welcome to my blog, and enjoyed !

Bismillahirrahmanirrahim

Minggu, 02 Juni 2013

PERKEMBANGAN MORAL



A.    Pengertian Dan manfaat.
Moral berasal dari kata Latin ”mores” yang berarti tatacara, kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang dikendalikan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi angota suatu budaya.
Menurut Piaget (Sinolungan, 1997), hakikat moralitas adalah kecenderungan menerima dan menaati sistem peraturan. 
Selanjutnya, Kohlberg (Gunarsa, 1985) mengemukakan bahwa aspek moral adalah sesuatu yang tidak dibawa dari lahir, tetapi sesuatu yang berkembang dan dapat diperkembangkan/dipelajari.
Perkembangan moral merupakan proses internalisasi nilai/norma masyarakat sesuai dengan kematangan dan kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap aturan yang berlaku dalam kehidupannya. Jadi, perkembangan moral mencakup aspek kognitif dan aspek afektif.
Disamping perilaku moral, ada juga perilaku tak bermoral yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial karena sikap tidak setuju dengan standar sosial yang berlaku atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri, perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial karena ketidakacuhan atau pelanggaran terhadap standar kelompok sosialyang disebut sebagai perilaku amoral atau nonmoral.
Sikap adalah perilaku yang berisi pendapat tentang sesuatu. Dalam sikap positif tersirat sistem nilai yang dipercayai atau diyakini kebenarannya. Nilai adalah suatu yang diyakini, dipercaya, dan dirasakan serta diwujudkan dalam sikap atau perilaku. Biasanya, nilai bermuatan pengalaman emosional masa lalu yang mewarnai cita-cita seseorang, kelompok atau masyarakat. Moral merupakan wujud absrak dari nilai-nilai, dan tampil secara nyata/konkret dalam perilaku terbuka yang dapat diamati. Sikap moral muncul dalam praktek moral dengan kategori positif/menerima, netral, atau negatif/menolak.
Anak yang bersikap positif atau menerima nilai-nilai moral, diekspresikan dalam perilaku yang bersimpati dalam berinteraksi dengan nilai dan orang di sekitarnya, seperti mau menerima, mendukung, peduli, dan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Sikap moral yang netral diekspresikan dalam perilaku sikap tidak memihak (mendukung atau menolak) terhadap nilai yang ada di masyarakat. Sikap moral yang negatif diekspresikan dalam perilaku menolak yang diwarnai emosi dan sikap negatif seperti kecewa, kesal, marah, benci, bermusuhan, dan menentang, terhadap nilai moral yang ada di masyarakat..
Pada sikap dan perilaku moral tersirat nilai-nilai yang dianut berkaitan dengan nilai mengenai sesuatu yang dikatakan baik dan benar, patut, dan seharusnya terjadi. Sikap moral sebagian besar diteruskan dari generasi ke generasi melalui proses pendidikan seumur hidup. Ada nilai-nilai yang perlu dipertahankan, ada yang diasimilasi ke arah kemajuan atau perubahan progresif, tetapi ada juga yang berubah atau bergeser karena berbagai faktor yang mempengaruhinya.

B.       Pola Perkembangan Moral
Dalam mempelajari perkembangan sikap moral peserta didik usia sekolah, Piaget (Sinolungan, 1997) mengemukakan tiga tahap perkembangan moral sesuai dengan kajiannya pada aturan dalam permainan anak.
1.    Fase absolut, di mana anak menghayati peraturan sebagai ssesuatu hal yang mutlak, tidak dapat diubah, karena berasal dari otoritas yang dihormati (orang tua, guru, anak yang lebih berkuasa).
2.    Fase realistis, di mana anak menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan orang lain. Dalam permainan, anak menaati aturan yang disepakati bersama sebagai suatu kenyataan/realitas yang dapat diubah asal disetujui bersama.
3.    Fase subjektif, di mana anak memperhatikan motif atau kesengajaan dalam penilaian perilaku, anak menaati aturan agar terhindar dari hukuman, kemudian memahami aturan dan gembira mengembangkan serta menerapkannya

Sedangkan Kohlberg (Gunarsa, 1985) mengemukakan tiga tingkat dengan enam tahap perkembangan moral yaitu :
1.      Tingkat 1: Prakonvensional.
Pada tingkat ini aturan berisi ukuran moral yang dibuat berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan moral karena takut ancaman atau hukuman dari otoritas. Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap.
Ø  Tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman. Pada tahap ini anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan itu ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan mendapat hukuman.
Ø  Tahap relativistik hedonisme. Pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak tergantung pada aturan yang berada di luar dirinya yang ditentukan orang lain yang memiliki otoritas. Anak mulai sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi yang bergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesenangan seseorang (hedonisme).
2.      Tingkat II: Konvensional.
Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama agar diterima dalam kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap.
Ø  Tahap orientasi mengenai anak yang baik. Pada tahap ini anak mulai memperlihatkan orientasi perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan benar apabila sikap dan perilakunya dapat diterima orang lain atau masyarakat.
Ø  Tahap mempertahan-kan norma sosial dan otoritas. Pada tahap ini anak menunjukkan perbuatan baik dan benar bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakat sekitarnya, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan dan norma/nilai sosial yang ada sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral untuk melaksanakan aturan yang ada.
3.      Tingkat III: Pasca-konvensional.
Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari hukuman kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap.
Ø  Tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial. Pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat. Seseorang mentaati aturan sebagai kewajiban dan tanggung jawab dirinya dalam menjaga keserasian hidup bermasyarakat.
Ø  Tahap universal. Pada tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat subjektif, ada juga norma etik (baik/buruk, benar/salah) yang bersifat universal sebagai sumber menentukan sesuatu perbuatan yang berhubungan dengan moralitas.
Selain teori perkembangan moral, dalam mempelajari pola perkembangan moral yang berkaitan dengan ketaatan akan suatu aturan yang berlaku universal, diperlukan juga suatu sikap disiplin.
Disiplin berasal dari kata ”disciple” yang berarti seorang yang belajar dari/atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin. Disiplin diperlukan untuk membentuk perilaku yang sesuai dengan aturan dan peran yang ditetapkan dalam kelompok budaya tempat orang tersebut menjalani kehidupannya. Disiplin dapat ditanamkan secara otoriter melalui pengendali-an perilaku dengan menggunakan hukuman, secara permisif/laissezfaire melalui kebebas-an yang diberikan kepada anak tanpa adanya hukuman, atau secara demokratis melalui penjelasan, diskusi, dan penalaran mengenai aturan yang berlaku.

Unsur yang berkaitan dengan disiplin adalah sebagai beriku :
1.      Peraturan. Peraturan mempunyai nilai pendidikan tentang arah yang harus diikuti dan ditaati anak, dan juga membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan.
2.      Hukuman diberlakukan apabila anak melakukan kesalahan ataupun bertindak yang tidak sesuai dengan nilai/norma yang berlaku dalam masyarakat.
3.      Hukuman diberlakukan apabila anak melakukan kesalahan ataupun bertindak yang tidak sesuai dengan nilai/norma yang berlaku dalam masyarakat.
4.      Konsistensi atau keajegan dalam melaksanakan aturan dan disiplin sehingga tidak membingungkan anak dalam mempelajari sesuatu yang benar/salah atau baik/buruk.

C.      FAKTOR DAN CARA MEMPELAJARI SIKAP MORAL.
Ada sejumlah faktor penting yang mempengaruhi perkembangan moral anak (Hurlock, 1990) yaitu :
Ø  Peran hati nurani atau kemampuan untuk mengetahui apa yang benar dan salah apabila anak dihadapkan pada situasi yang memerlukan pengambilan keputusan atas tindakan yang harus dilakukan.
Ø  Peran rasa bersalah dan rasa malu apabila bersikap dan berperilaku tidak seperti yang diharapkan dan melanggar aturan.
Ø  Peran interaksi sosial dalam memberi kesempatan pada anak untuk mempelajari dan menerapkan standar perilaku yang disetujui dalam masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain

Sikap dan perilaku moral dapat dipelajari dengan cara berikut.
a.       Belajar melalui coba-ralat (trial and error). Anak mencoba belajar mengetahui apakah perilakunya sudah memenuhi standar sosial dan persetujuan sosial atau belum. Bila belum, maka anak dapat mencoba lagi sampai suatu ketika secara kebetulan dapat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.
b.      Pendidikan langsung yang dilakukan dengan cara anak belajar memberi reaksi tertentu secara tepat dalam situasi tertentu, serta dilakukan dengan cara mematuhi peraturan yang berlaku dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat sekitar.
c.       Identifkasi dengan orang yang dikaguminya. Cara ini biasanya dilakukan secara tidak sadar dan tanpa tekanan dari orang lain. Yang penting ada teladan dari orang yang diidentifikasikan untuk ditiru perilakunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar